top of page

M E M P E R S E M B A H K A N

LATAR BELAKANG

PSIKOSINEMA FESTIVAL adalah sebuah acara yang diadakan secara tahunan sejak 2006 oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Psikologi (HIMAPSI) UNIKA Atma Jaya. Tahun ini merupakan kali ketujuh kegiatan PSIKOSINEMA FESTIVAL diselenggarakan. PSIKOSINEMA FESTIVAL 7 akan kembali menilik isu-isu sosial di sekitar kaum muda urban melalui film, serta diskusi dengan berbagai sudut pandang, terutama sudut pandang psikologi. Hal yang membedakan sekaligus menjadi keunggulan PSIKOSINEMA FESTIVAL 7 dengan acara yang sama pada tahun sebelumnya adalah penayangan film pendek Indonesia dan adanya kompetisi film pendek.

 

PSIKOSINEMA FESTIVAL 7 memilih untuk menggunakan film pendek sebagai media yang digunakan untuk bahan diskusi ilmiah. Film pendek Indonesia kami anggap lebih mampu membuat “jembatan” menuju diskusi dibandingkan film panjang karena tidak memiliki tuntutan dan kompleksitas plot serta konflik sebanyak film panjang. Film pendek juga tidak dituntut untuk memenuhi tuntutan pasar ataupun gunting sensor. Dengan demikian, banyak hal-hal “tabu” mampu disampaikan film pendek dengan gamblang dan apa adanya. Sehingga singkatnya, perspektif film pendek mampu berbicara lebih banyak dan tepat sasaran ketimbang film panjang.

“KAUM MUDA URBAN”

 

KAUM MUDA URBAN telah menjadi tema besar PSIKOSINEMA FESTIVAL dari tahun 2011. Menurut KBBI, urban memiliki arti “bersifat kekotaan”. Kekotaan di sini kami maknai sebagai napas dan tema besar dari acara ini. Sebuah hal yang cukup luas mengingat banyak hal dari kaum muda urban yang dapat dibahas. Tema kaum muda urban kemudian kami coba telusuri lebih lanjut dan disesuaikan dengan keadaan sekarang, hingga secara lebih spesifik kami merumuskan “KAUM MUDA URBAN : MATI SURI DI ZONA NYAMAN” sebagai tema besar kami tahun ini. 

 

Zona nyaman di sini tidak selalu merujuk pada situasi enak atau menyenangkan yang terwakili kata “nyaman”. Melainkan, kata zona nyaman termasuk juga pola linear yang seakan sudah lumrah untuk dijalani kaum muda. Sekolah, kuliah, kerja, sukses, lalu hidup mewah. Semua dijalani dengan gadget canggih yang selalu ada di saku celana, dan percintaan yang dibahas di mana-mana. Sukses ditakar dari gaji saat kerja. Bahagia diumbar lewat obrolan keluarga mengenai anak dan rumah tangga. Diri sendiri menjadi begitu penting bagi kaum muda. Globalisasi, kompetisi, serta kondisi sosial-ekonomi yang mengobral gengsi, seakan meredam keterbukaan kaum muda dengan isu-isu di sekitar mereka. Buku konon katanya mulai jarang dibaca, sementara cerita di media kian sumbang di telinga. Logika orang-orang seakan terbolak-balik, yang seharusnya didiskusikan malah ditabukan, sedangkan yang sifatnya personal dan tabu malah diumbar di mana-mana. Obrolan kaum marjinal begitu jarang dan singkat bila dibandingkan liputan eksklusif kehidupan pribadi selebriti ibukota. Jangankan mengenai keberlangsungan negeri ini, mengenai isu-isu sosial seputar kehidupan sehari-hari pun, sikap dan pengetahuan kaum muda urban masih perlu dipertanyakan. Inilah yang kemudian coba diangkat di PSIKOSINEMA FESTIVAL 7.

PSIKOSINEMA FESTIVAL 7 diisi dengan kegiatan pemutaran film-film pendek dan dilanjutkan dengan diskusi ilmiah. Diskusi ilmiah yang dilakukan bertujuan sebagai ajang bertukar informasi, insight,  dan pendapat setelah menyaksikan film pendek yang mengangkat isu tertentu. Dalam setiap diskusi ilmiah ini, perspektif psikologi menjadi pembungkus yang akan dikedepankan dalam membentuk pemahaman peserta. Hal ini tentu saja didukung dengan narasumber-narasumber yang relevan dengan perspektif ilmiah-personal yang sama pentingnya dengan perspektif psikologi. 

 

PSIKOSINEMA FESTIVAL 7 kemudian akan ditutup oleh program musik. Penutupan ini akan dilaksanakan secara terpisah, namun masih dalam satu rangkaian yang sama. Di hari penutupan ini akan diadakan malam penganugerahan, pemutaran dua film pemenang, dan konser musik. Konser musik akan diisi oleh band independen yang telah dipilih berdasarkan pertimbangan programmer musik. 

bottom of page